Ketika pemuja dihadapkan sebuah situasi
Situasi akan memuja dan mencintai dalam diam
Situasi akan mengagumi tetapi tidak mendapat hasil
Situasi yang mempengaruhi kinerja otak serta hati kita
Tahukah kau?
Seorang pemuja ingin dianggap walau hanya seperti angin keberadaannya
Seorang pemuja ingin dilihat walau hanya sebatas bayangan
Seorang pemuja ingin dibalas walau setidaknya hanya satu huruf yang kekal
Wahai para pemuja yang sedang mendamba seseorang,
Kalian tegar
Kalian hebat
Kalian kuat
Kalian adalah orang – orang beruntung
“Beruntung?” katanya
‘Kenapa begitu? kau tahu sendiri, pemuja hanya bisa mengharap, bahkan pemuja itu adalah kasta terendah dalam hierarki masyarakat” timpalnya.
Pemuja memang tidak diharapkan
Pemuja tidak dianggap
Pemuja hanya butiran pasir yang dapat dihempaskan angin kapanpun angin berkehendak
Tetapi apa kau tahu?
Pemuja itu istimewa
“Kenapa istimewa?” sambungnya
Mereka yang mendamba seseorang dari matahari terbit sampai pulang ke peraduannya
Mereka yang ingin mendampingi pujaannya dalam sisa hidupnya
Mereka yang sudah membulatkan tekad untuk terus mendamba
Mereka bukan budak
Mereka tidak bodoh
Mereka istimewa
karena keteguhan hatinya
Ini bukan puisi
bukan pula sebuah cerita
Ini hanya ungkapan hati
dari seorang pemuja
“I have always been an admirer. I regard the gift of admiration as indispensable if one is to amount to something; I don’t know where I would be without it.” – Francois de La Rochefoucauld