Review Buku #7 Fiersa Besari – Garis Waktu

Sebenarnya nih ya, sudah lama banget baca buku ini. Tapi hobi mengulas apa yang sudah dibaca baru kepikiran saat pandemi biar masih waras menghadapi kenyataan hidup.

Kalau untuk penggemarnya bung Fiersa, pasti sudah tidak asing dengan lagu – lagu yang diciptakan dan bertebaran di semua media sosial, baik disadur untuk video pendek, tiktok, dan media sosial lain.

Jadi, bung Fiersa suka sekali menulis (katanya sih gitu). Bisa dilihat di tweet nya, atau di postingan media IGnya, bahkan bisa di buku –  bukunya. Beberapa bukunya yang lain ada tapi masih dalam seal, maklum saya hobinya beli, bacanya belakangan :”)

Dan, saya pernah baca bukunya yang berjudul Garis Waktu dengan cover lama. Sekarang, udah keluar dengan cover baru ya? Wah, keren.

Bukunya ini mencampur adukkan perasaan pembacanya, ya gimana ga campur aduk, diksi kata yang dipakai sangat bagus dan engga lebay.

Isinya sungguh related dengan diri saya untuk beberapa bab tapi cuma bertepuk sebelah bahu, eh maksudnya tangan.

Tapi, itu pengalaman yang sudah berlalu, haha (dalam hati sih, ngiris bawang)

Tiap halaman yang dibuat itu penuh dengan kesungguhan untuk membuat buku ini. Ditinggikan, lalu dijatuhkan, ditinggikan lagi, dijatuhkan lagi, kayak salah satu wahana Dufan ya, kincir angin.

Bentar, maksud saya roller coaster. Ah, aku ini, gugup kalau mengungkit yang udah lewat

Saya buka halaman demi halaman, sambil siapin cemilan, loh katanya sedih? Siapa bilang? Pengalaman yang udah lewat ya dijadiin buat cermin aja, siapa tahu ada yang nawarin cermin lagi di kemudian hari.

Kalau saja aku mampu, sudah kukejar langkahmu agar kita berjalan berdampingan. Kalau saja aku mampu, sudah kuhiasi hari-harimu dengan penuh senyuman. Kalau saja aku mampu, sudah kutemani dirimu saat dirundung kesedihan. Kalau saja aku mampu, sudah kupastikan bahwa aku pantas untuk kau sandingkan.”

Saat saya baca ini, saya tahu, saya sudah tidak punya tenaga untuk mengejarnya, ya wong orangnya kayak gedung serbaguna, dibuka untuk semua kalangan. Tapi, buku ini bisa ngajarin kita kalau semua itu ada waktunya sendiri – sendiri. Masih sendiri entar pasti ada waktunya dipertemukan dengan yang masih sendiri, atau yang masih galau ditinggal rabi atau sama makhluk lain, yakin aja kalau pasti juga dipertemukan dengan yang serius dan setiap hari – harinya dipenuhi kebahagiaan.

Sekian, dan terima kasih

Cinta takkan pernah habis meski wujud telah habis”

Fiersa Besari

Leave a comment